Sekolah Swasta Siap Dukung Pendidikan Gratis, Asal Dana Tak Lambat – Pemerintah terus mendorong perluasan akses pendidikan gratis bagi seluruh anak Indonesia, termasuk melalui jalur sekolah swasta. Namun di balik semangat mulia itu, terdapat tantangan pelik yang masih membayangi: ketepatan pencairan dana bantuan operasional.
Hal tersebut disampaikan oleh Suhardi, Humas SMP Karya Pembangunan 10 Bandung, saat ditemui di kampus sekolahnya di Jl. AH. Nasution, Ujungberung, Kota Bandung, Senin (2/6/2025).
“Sekolah swasta tidak menolak anak-anak kurang mampu, bahkan kami siap menerima lebih banyak. Tapi tolong, dananya juga jangan telat cair,” ungkap Suhardi, blak-blakan.
Konsep Sekolah Swasta Gratis, Bukan Hal Baru
Menurut Suhardi, gagasan agar sekolah swasta turut serta dalam program pendidikan gratis sebetulnya bukan hal baru. Bahkan, beberapa mekanisme afirmatif sudah lama berjalan, khususnya di wilayah-wilayah yang kekurangan daya tampung sekolah negeri.
“Di sini kita sudah terbiasa menerima siswa lewat jalur RMP (Rentan Melanjutkan Pendidikan) atau jalur afirmasi. Sudah bertahun-tahun, kok. Jadi konsep sekolah gratis itu bukan sesuatu yang asing buat kami,” jelasnya.
Namun, proses distribusi siswa RMP ke sekolah swasta tidak serta-merta berlangsung mudah. Ada tahapan yang mesti dilalui.
“Biasanya mereka daftar dulu ke sekolah negeri. Kalau tidak diterima karena kuota penuh, baru diarahkan ke sekolah swasta oleh operator. Setelah itu, muncul dua kategori siswa di sekolah kami: yang dibiayai pemerintah dan yang reguler (membayar SPP),” terangnya.
Baca Juga Tentang : Masuk Sekolah Jam 6 Pagi, Sabtu Libur? Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Punya Rencana Baru untuk Pelajar
Terbuka, Tapi Seringkali Tak Dipilih
Menariknya, Suhardi mengaku pihaknya tidak pernah membatasi jumlah siswa dari jalur RMP. Bahkan jika ada 100 anak kurang mampu ingin mendaftar, sekolah tetap membuka pintu.
“Silakan saja. Kami tidak membeda-bedakan siswa. Semua diperlakukan sama. Tapi ya, tantangannya justru dari sisi penerimaan siswa itu sendiri. Kadang orang tua enggan mendaftar ke sekolah swasta, walau dekat rumahnya,” kata Suhardi.
Masalah Utama: Dana Bantuan yang Terlambat
Masalah terbesar justru muncul bukan pada penerimaan siswa, melainkan keterlambatan pencairan dana bantuan dari pemerintah.
“Dulu pernah dijanjikan cair Januari, tapi kenyataannya baru turun Desember. Bayangkan, selama 11 bulan operasional sekolah tetap jalan. Kami harus bayar gaji guru, listrik, kegiatan siswa. Dana talangan jadi jalan satu-satunya,” keluh Suhardi.
Situasi ini tidak hanya memberatkan sekolah dari sisi operasional, tapi juga berdampak pada perlakuan terhadap siswa. Salah satu contohnya adalah pengadaan perlengkapan sekolah.
“Anak reguler sudah dapat seragam dan alat tulis, tapi siswa RMP belum bisa karena dananya belum turun. Padahal kita ingin semua terlihat sama, biar nggak ada perasaan dibeda-bedakan,” lanjutnya.
Saling Bantu Antar-Sekolah, Tapi Sampai Kapan?
Dalam kondisi genting, kolaborasi antar sekolah swasta menjadi penyelamat. Suhardi menyebut adanya grup komunikasi antarkepala sekolah yang kerap menjadi ruang saling bantu.
“Kadang kita sampai pinjam dana antar sekolah, Rp10 juta, Rp5 juta. Itu jadi solusi darurat kalau ada kebutuhan mendesak. Tapi ya, masa harus terus begini? Harapannya tentu ada sistem yang lebih pasti,” ujar Suhardi.
Daya Tampung Menyusut, Sekolah Negeri Makin Banyak
Suhardi juga menyoroti persoalan daya tampung yang semakin kecil. SMP Karya Pembangunan 10 dulunya memiliki enam kelas, kini hanya membuka tiga kelas tiap tahun ajaran. Masing-masing berkapasitas 32 siswa.
“Tahun lalu yang dari jalur RMP ada sekitar 30 siswa. Masih jauh dari kapasitas maksimal. Tapi masyarakat sekarang cenderung memilih sekolah negeri. Apalagi sekolah negeri baru banyak berdiri di Ujungberung dan Cinambo,” katanya.
Menurutnya, kondisi ini makin menyulitkan sekolah swasta bertahan. Di satu sisi dituntut inklusif, di sisi lain harus tetap mencari cara bertahan secara finansial.
Harapan pada Pemerintah Kota Bandung
Meski menghadapi beragam kendala, Suhardi tetap optimis terhadap masa depan pendidikan di Kota Bandung. Ia menyampaikan harapan besar pada Wali Kota Bandung Muhammad Farhan untuk memperbaiki mekanisme subsidi pendidikan.
“Kita tahu Pak Farhan punya latar belakang kuat di dunia pendidikan dan sosial. Kami percaya di tangan beliau, sistem ini bisa ditata ulang agar lebih rapi, konsisten, dan adil bagi semua,” tutup Suhardi.
Voks Take: Apakah Sekolah Swasta Opsi Kedua?
Sekolah swasta selama ini sering dianggap sebagai opsi kedua setelah sekolah negeri. Namun, dalam konteks pemerataan pendidikan, mereka memegang peran penting sebagai jaring pengaman. Sayangnya, peran ini tak akan maksimal jika tidak didukung sistem pendanaan yang akurat, adil, dan tepat waktu.
Source : Radar Bandung