Sejumlah Festival Film Diadakan Di Indonesia Pada Bulan September
Indonesia pada bulan September kembali menjadi panggung penting perfilman, menyajikan beragam festival film yang berkembang pesat sebagai instrumen promosi budaya, kolaborasi kreatif, dan jejaring antar sineas.
Festival-festival ini tidak hanya mendukung karya sinematik lokal, tetapi juga merangkul pelaku industri kreatif dan publik dalam pengalaman budaya yang inklusif.
Salah satu acara paling dinanti adalah Festival Film Bulanan, sebuah inisiatif rutin yang digelar di berbagai daerah untuk menampilkan karya sineas lokal. Lewat festival ini, film-film pendek dari daerah-daerah seperti Pontianak dan Makassar mendapatkan ruang apresiasi yang layak.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menegaskan pentingnya penghargaan dan penayangan film tersebut sebagai bentuk dukungan konkret terhadap kreator film lokal. Ia menambahkan bahwa melalui festival semacam ini, kreativitas anak bangsa bisa didorong lebih luas dan diakui secara nasional.
Paruh bulan September semakin meriah ketika diumumkan bahwa film-film daerah terpilih akan ditampilkan secara perdana di kanal YouTube Kemenparekraf serta mendapat publikasi di portal nasional. Ini menjadi simbol bahwa karya perdesaan dan karya komunitas memiliki potensi untuk “naik kelas” secara digital dan mendapat paparan yang luas.
Tak hanya itu, festival ini juga menyediakan berbagai fasilitas dukungan seperti sertifikat, suvenir, serta peluang pekerja film daerah untuk mengikuti workshop perfilman. Ajang ini memperlihatkan bahwa Indonesia ingin menciptakan ekosistem sinema yang merata, tidak hanya terpusat di kota besar saja.
Selain inisiatif Festival Film Bulanan, bulan September juga menjadi waktu di mana Indonesia tampil di panggung internasional.
Pada Festival Film Internasional Venesia 2025 yang berlangsung dari 27 Agustus hingga 6 September, Indonesia mengirimkan empat film ke kompetisi. Film-film tersebut termasuk Monster Pabrik Rambut (“Sleep No More”) karya Edwin, Pangku sebagai debut sutradara Reza Rahadian, Para Perasuk (“Levitating”) oleh Wregas Bhanuteja, dan The Fox King yang merupakan hasil kolaborasi sutradara Indonesia dan Malaysia. Keikutsertaan tersebut menegaskan bahwa perfilman Indonesia semakin mendapat ruang diplomasi budaya global yang penting.
Kamu bisa baca juga tentang: Reza Rahadian Ungkap Alasan Debut Menjadi Sutradara Film
Secara internasional, ajang seperti Busan International Film Festival (BIFF) edisi ke-30 juga menjadi sorotan. Digelar dari 17–26 September 2025, BIFF menghadirkan segmen kompetisi khusus yang menampilkan sejumlah besar film Asia, sekaligus menjadi salah satu festival penting di Asia yang diikuti oleh sineas dari seluruh kawasan.
Meski festival ini tidak diselenggarakan di Indonesia, kehadiran banyak film Asia termasuk kemungkinan film Indonesia di ajang bergengsi seperti BIFF memberi kesempatan edukasi, pertemuan profesional, dan pertukaran budaya yang sangat berharga untuk industri film tanah air.
Lebih jauh lagi, pendaftaran Festival Film Alternativa dengan tema keadilan sosial dan dampak komunitas dibuka hingga 1 September bagi kreator Indonesia. Ini menjadi peluang penting agar karya-karya yang menangani isu kritis mendapatkan dialog dan tayangan dalam festival internasional, meski acara ini digelar di Kolombia. Festival ini akan digelar pada kuartal kedua 2026, dengan peluang besar bagi sineas Indonesia untuk hadir di kancah global.
Secara kolektif, beragam festival di bulan September menunjukkan gairah dan kemajuan sinema Indonesia, mulai dari dukungan pemerintah dan lembaga hingga inisiatif kreator lokal.
Kehadiran Pangku sebagai debut sutradara Reza Rahadian, partisipasi di Venice, hingga seleksi Alternativa memberikan gambaran bahwa sinema Indonesia tidak hanya berorientasi gadis kepada hiburan domestik, tetapi juga ambisi kreatif lintas batas.
Festival Film Bulanan memperlihatkan bahwa film pendek dan film daerah punya tempat; Venesia menunjukkan bahwa Indonesia menyuarakan suaranya di kancah global; Alternativa membuka jalur untuk tema-tema sosial; BIFF menegaskan relevansi Asia dalam industri film.
Koleksi festival ini tak hanya merayakan karya, tetapi juga memberi ruang dialog, pertumbuhan profesional, dan afirmasi budaya bangsa.
Dalam pandangan Menteri Kebudayaan terdahulu, Fadli Zon, pertumbuhan festival film adalah salah satu pilar penting untuk memajukan budaya Indonesia. Ia menilai film sebagai wadah yang menyatukan berbagai ekspresi budaya musik, sastra, tari, dan kuliner sehingga festival film menjadi ruang yang ideal untuk mempromosikan budaya secara holistik.
Secara keseluruhan, bulan September di Indonesia menjadi simbol bangkitnya layar lebar nusantara. Festival film terus digelar, sinema daerah diapresiasi, karya dipamerkan di Venesia, registrasi internasional dibuka, dan BIFF siap menerima film Asia.
Momen ini menegaskan bahwa sinema Indonesia sedang berada di periode kemajuan, terbuka, kreatif, dan penuh harapan.
Source : Antara News
Penulis : Angela Augustine W