Dokter Tegaskan: Kenapa Bayi Harus Dijauhkan dari Gula dan Garam Sejak Dini

Dokter Tegaskan: Kenapa Bayi Harus Dijauhkan dari Gula dan Garam Sejak Dini

Dokter anak menegaskan pentingnya menghindarkan bayi dari tambahan gula dan garam dalam makanan mereka, terutama sebelum usia 12 bulan.

Menurut Konsultan Senior Neonatologi dan Pediatri, Dr. Senthil Kumar Sadasivam Perumal dari Rumah Sakit Apollo Cradle & Children di Bengaluru-Brookefield, tubuh bayi yang masih berkembang memiliki organ seperti ginjal yang belum matang. 

Memberikan asupan garam dan gula secara prematur bisa membebani ginjal dan menghasilkan dampak negatif kesehatan yang bersifat jangka panjang. Berita ini dilaporkan oleh Antara News Minggu, 21 September 2025.

 

Baca juga: Nutrisi Tepat untuk Anak yang Mengalami Cacingan

 

Dr. Perumal menjelaskan bahwa sering kali orang tua berpikir bahwa makanan bayi tanpa garam rasanya hambar, sehingga mereka cenderung menambahkan sedikit garam pada masakan dasar seperti nasi atau lentil (dal).

Akan tetapi, karena ginjal bayi belum mampu mengelola natrium dengan baik, bahkan sejumlah kecil garam tambahan bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah di kemudian hari atau kerusakan ginjal. Ia juga menyebut bahwa kebutuhan garam bayi berasal sepenuhnya dari ASI atau susu formula, yang sudah mengandung natrium dalam takaran yang aman untuk kebutuhan bayi.

Tidak hanya garam, penggunaan gula juga kurang disarankan sejak dini. Beberapa jenis gula seperti gula rafinasi, gula aren (jaggery), ataupun madu sering dianggap “alami” dan lebih sehat, namun Dr. Perumal menilai tidak demikian.

Walau gula aren memiliki kandungan zat besi yang kadang dijadikan argumen bahwa gula aren lebih baik, namun jumlahnya sangat kecil dan tidak cukup signifikan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bayi jika dibandingkan dengan asupan dari buah-buahan, sayur, dan biji-bijian.

Selain itu, madu meskipun populer dalam penggunaan tradisional, dapat mengandung spora Clostridium botulinum yang sangat berbahaya bagi bayi karena sistem pencernaan mereka belum matang, dan sekali terjadi keracunan, efeknya bisa fatal.

Poin penting lain yang diangkat oleh dokter adalah bahwa memperkenalkan rasa manis dan asin sejak usia dini bisa membentuk preferensi rasa bayi secara permanen. Bayi yang terbiasa mendapatkan rasa manis atau asin dari kecil bisa mengembangkan kecenderungan makan makanan yang tinggi gula atau garam ketika sudah lebih besar, yang bisa memicu obesitas, diabetes, gigi berlubang, dan masalah kesehatan kronis lainnya.

Untuk alternatif yang lebih aman dan tetap memenuhi kebutuhan rasa dan nutrisi bayi, dokter menyarankan agar orang tua mulai memperkenalkan makanan padat pendamping ASI (MPASI) berupa buah-buahan yang rasa alaminya manis seperti pisang tumbuk, apel, mangga, pepaya, dan pir.

Sayur-sayuran yang manis alami juga bisa menjadi pilihan seperti ubi dan labu, serta lentil atau kacang-kacangan yang dimasak tanpa tambahan garam. Tepung biji-bijian juga bisa dimasukkan dalam menu untuk menambah tekstur dan kandungan serat makanan bayi, dengan tetap menjaga agar makanan tersebut lunak dan sesuai tekstur yang aman untuk bayi.

Selain asupan makanan, Dr. Perumal menekankan bahwa pemahaman orang tua terhadap perkembangan organ bayi sangat krusial. Ginjal bayi sendiri memerlukan waktu untuk tumbuh dan berkembang sehingga bisa bertanggung jawab terhadap pengaturan cairan, elektrolit, dan ekskresi natrium.

Penggunaan zat seperti garam dalam jumlah sedikit mungkin tampak aman bagi orang dewasa, tetapi pada bayi bahkan sedikit saja bisa memberikan beban ekstra. Demikian pula gula terkonsentrasi bisa memicu lonjakan gula darah yang tidak baik jika sering diberikan.

Dokter juga mengingatkan bahwa meskipun gula aren atau jenis gula “alami” lainnya dan madu dianggap oleh sebagian orang sebagai alternatif sehat, mereka tetap mempunyai risiko tersendiri. Madu bisa membawa spora bakteri yang tidak diolah oleh sistem pencernaan bayi, bahkan jika hanya sedikit.

Sementara gula aren, meskipun mempunyai kandungan zat besi tertentu, tidak sebanding dengan nutrisi yang diperlukan bayi dari sumber lain yang lebih aman dan lebih kaya kandungan gizi.

Secara umum, para ahli menyarankan agar semua tambahan rasa baik garam maupun gula, ditahan hingga bayi berusia lebih dari satu tahun, atau setidak-nya sampai organ tubuhnya cukup matang. Memberikan rasa alami dari bahan makanan sehat seperti buah dan sayur serta makanan yang alami manis atau asin, sudah cukup untuk mendukung tumbuh kembang bayi tanpa membahayakan sistem fisiknya.

Pengetahuan ini sangat penting terutama dengan target pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat kematian bayi (usia 0-1 tahun) di Indonesia menurun dari 16,9 per 1.000 kelahiran hidup pada 2020 menjadi 14,1 per 1.000 kelahiran pada 2024.

Pengurangan faktor risiko dalam pemenuhan gizi bayi termasuk pengaruh asupan makanan yang tidak cocok seperti penggunaan garam dan gula secara prematur dianggap bagian dari upaya perbaikan kesehatan bayi. 

Source : Antara News

Penulis : Angela Augustine W.

#VOKS UPDATE

#STREAMING

VOKS Radio
Memuat lagu...
Volume: 100%
🔄 Buffering...

#GET NOW

#VOKS UPDATE

ee70802c-3a00-472a-9b07-13e675733063
Ratusan Siswa Keracunan Massal di Cipongkor, Program MBG Dihentikan Sementara
1000362548
Prenagen Mommy Society Hadirkan Dukungan Emosional dan Nutrisi untuk Ibu Hamil
Miss-Universe-2025
Sanly Liu Dinobatkan Miss Universe Indonesia 2025
cropped-get-1-1
Ousmane Dembele Raih Ballon d'Or 2025, PSG Borong Penghargaan
prabowo-1a
Presiden Prabowo di PBB: Hentikan Kekerasan, Wujudkan Solusi Dua Negara untuk Palestina

#ADVERTISE