Psikolog: Ubah Mindset Agar Tak Terjebak FOMO Saat Berhenti Dari Media Sosial
Di tengah derasnya arus informasi digital dan tekanan ekspektasi dari media sosial, banyak orang merasa perlu istirahat sejenak dari gawai dan aplikasi media sosial. Namun, jeda itu tak jarang disertai dengan perasaan takut ketinggalan yang dikenal dengan istilah FOMO, atau Fear of Missing Out.
Psikolog klinis dan forensik lulusan Universitas Indonesia, Kasandra Putranto, mengungkap bahwa FOMO adalah respons psikologis yang sangat umum, tetapi bisa dikelola bila pola pikir kita dirubah.
Baca Juga Tentang: Peralatan Dapur yang Perlu Diwaspadai, Bisa Pengaruhi Kesehatan Jangka Panjang
Kasandra menegaskan bahwa satu hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa tidak semua informasi di media sosial itu penting. Meskipun seseorang tidak selalu membuka ponsel atau melihat feed media sosial, informasi yang paling krusial biasanya tetap akan sampai pada kita.
Kesadaran bahwa kita tidak harus selalu “terkoneksi” agar tetap up-to-date dapat sangat mengurangi kecemasan yang muncul ketika memilih untuk berhenti sejenak dari media sosial.
Ketika dorongan untuk membuka media sosial muncul, Kasandra menyarankan agar kita berhenti sejenak; tarik napas dalam, dan tanyakan pada diri sendiri: “Apakah ini benar-benar perlu sekarang?”.
Dengan langkah sederhana ini, kita bisa mulai melawan kebiasaan otomatis membuka media sosial, yang sering menjadi pemicu utama rasa FOMO. Mental kita secara bertahap bisa dilatih agar tidak selalu tergantung pada update terkini.
Di samping mengubah pola pikir, Kasandra juga menyarankan untuk membuat aturan pribadi seputar penggunaan media sosial. Misalnya, menetapkan jam-jam tertentu di mana kita boleh membuka media sosial, dan sebaliknya menentukan waktu-waktu tertentu untuk menjauh darinya. Dengan cara ini, jeda dari media sosial menjadi sesuatu yang teratur dan terasa lebih wajar, bukan sekadar tindakan “iseng” atau impulsif.
Aktivitas dunia nyata juga sangat dianjurkan sebagai pengganti ketika jeda dari gawai. Kasandra menekankan bahwa kegiatan seperti olahraga, membaca buku, atau berkumpul tatap muka dengan keluarga dan teman-teman memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan mental.
Dengan memberi ruang bagi interaksi langsung dan aktivitas fisik, kita bisa memperkuat rasa tenang dan menyadari bahwa kehidupan tidak hanya terjadi melalui layar.
Bagi generasi Z yang tumbuh di era digital di mana notifikasi adalah bagian dari keseharian, dilema antara keinginan jeda dan takut kehilangan update sangat nyata. Kasandra menyebut bahwa tidak sedikit dari mereka yang merasa bahwa jeda dari media sosial sama dengan kehilangan momen penting. Namun menurutnya, justru di sanalah keseimbangan perlu dibangun: memahami bahwa jeda bukan kehilangan, tetapi kesempatan untuk merawat kesehatan mental.
Kasandra juga menyatakan bahwa pengurangan penggunaan media sosial atau jeda berkala dari platform digital terbukti mampu menurunkan rasa kesepian, depresi, dan stres yang muncul akibat paparan informasi berlebihan. Berjauhan dari layar sesaat saja kadang memberikan efek yang signifikan; otak dan emosi mendapatkan waktu istirahat untuk “bernapas”.
Apa yang menjadi kunci dalam saran psikolog ini adalah bagaimana kita mengubah persepsi terhadap jeda dari media sosial, tidak sebagai kehilangan, tetapi sebagai bagian dari pengelolaan diri yang sehat.
Alih-alih melihat jeda sebagai kehilangan, kita bisa melihatnya sebagai waktu untuk mengisi ulang energi, melihat kehidupan dari sudut pandang langsung, bukan melalui feed, likes, atau komentar. Kesadaran semacam ini sangat membantu agar jeda itu tidak dikacaukan oleh rasa FOMO.
Kesimpulannya, saran dari Kasandra Putranto membuka ruang refleksi bagi siapa pun yang merasa dikendalikan oleh gawai dan media sosial. Dengan menyadari bahwa kita tidak harus selalu terhubung agar tetap tahu yang penting, berhenti sejenak dan bertanya “apakah perlu sekarang”.
Ketika dorongan membuka medsos muncul, membuat aturan penggunaan yang jelas, dan menggantinya dengan aktivitas bermakna di dunia nyata, kita bisa menjaga kesehatan mental kita tetap prima. FOMO bisa dihindari bila pola pikir diubah, jadikan jeda dari media sosial bukan beban, melainkan bagian dari keseimbangan hidup.
Source : Antara News
Penulis : Angela Augustine W