70 Persen Anak di Indonesia Masih Terlambat Terdiagnosis Diabetes Tipe 1

70 Persen Anak di Indonesia Masih Terlambat Terdiagnosis Diabetes Tipe 1

Dokter subspesialis endokrinologi anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sekaligus pakar yang dikenal luas di bidangnya, Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp. A, Subsp. End., FAAP FRCPI (Hon.), mengungkapkan fakta memprihatinkan bahwa sekitar 70 persen anak di Indonesia yang berusia di bawah 18 tahun terlambat mendapatkan diagnosis diabetes tipe 1. Temuan ini ia sampaikan dalam sebuah diskusi bersama media yang berlangsung di Jakarta pada Rabu (10/9).

Menurut Aman, keterlambatan dalam mendeteksi penyakit ini bukanlah hal yang sepele. Ia menegaskan bahwa mayoritas pasien anak yang datang ke fasilitas kesehatan baru mendapatkan diagnosis ketika sudah berada dalam kondisi berat, yaitu mengalami komplikasi serius berupa ketoasidosis diabetik (KAD). Kondisi tersebut, jelasnya, sangat berbahaya karena dapat berujung pada kematian jika tidak segera ditangani secara tepat.

 

Kamu bisa baca juga tentang: Ahli Sarankan Beberapa Sayuran yang Tidak Sebabkan Kembung

 

“Kita itu masih 70 persen pasien kita terdiagnosis telat dengan adanya ketoasidosis diabetik (KAD) ini. Ini kan bisa meninggal,” kata Aman menegaskan.

Ia menambahkan, di negara-negara dengan sistem kesehatan yang baik dan infrastruktur medis yang tertata, seharusnya angka anak yang didiagnosis diabetes tipe 1 dalam kondisi sudah mengalami KAD tidak lebih dari 20 persen. Artinya, masih tingginya angka 70 persen di Indonesia menunjukkan adanya masalah serius baik dalam hal pengetahuan masyarakat maupun dalam kemampuan tenaga kesehatan untuk mendeteksi sejak dini penyakit ini.

Lebih lanjut, Aman menyoroti penyebab utama dari keterlambatan diagnosis tersebut. Ia menilai masih banyak masyarakat yang belum memiliki pemahaman memadai mengenai diabetes tipe 1 pada anak. Tidak jarang pula tenaga kesehatan di lapangan salah mengenali gejala penyakit ini. Akibatnya, anak yang sebenarnya menderita diabetes tipe 1 justru sering kali didiagnosis dengan penyakit lain yang memiliki gejala mirip.

“Jadi datang itu bisa dianggap asma, bisa dianggap apendiks atau usus buntu karena sakit perut, dalam satu kasus sampai dioperasi usus buntu, bisa dianggap pneumonia, ternyata diabetik tipe 1,” terang Aman.

Dalam penjelasannya, Aman menegaskan bahwa diabetes tipe 1 harus dibedakan secara jelas dari diabetes tipe 2. Jika diabetes tipe 2 umumnya berkaitan dengan faktor keturunan dan pola hidup, maka diabetes tipe 1 merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses autoimun di dalam tubuh. Kondisi autoimun ini, menurutnya, bahkan bisa diperparah dengan adanya infeksi virus tertentu yang kemudian memicu kerusakan sel-sel penghasil insulin. Karena alasan inilah, ia menekankan bahwa diabetes tipe 1 lebih sering menyerang anak-anak dan memerlukan perhatian khusus baik dari tenaga medis maupun masyarakat.

Lebih jauh, Aman menyebut bahwa menangani persoalan diabetes tipe 1 di kalangan anak-anak bukan hanya tanggung jawab dokter spesialis semata, melainkan harus menjadi tanggung jawab bersama. Masyarakat diharapkan lebih peduli dengan gejala yang dialami anak, sementara para dokter umum dan tenaga kesehatan lainnya diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup untuk mendeteksi penyakit ini lebih dini.

“Kalau saya menganggap, semua dokter umum harus paham DM tipe 1. Makanya tiap tahun itu saya selalu memberikan kayak kuliah umum buat dokter yang baru tamat mengenai ketoasidosis. Jadi dokter umum itu harus paham bahwa ada ketoasidosis dan ini mereka harus bisa tanpa rujuk dulu, paling tidak bisa ditangani dulu insulinnya sesegera mungkin,” ujar Aman.

Sebagai bentuk kontribusinya, Aman juga diketahui mengepalai sebuah program bernama Changing Diabetes in Children (CDiC). Program ini secara khusus dirancang untuk mendata anak-anak penderita diabetes di seluruh Indonesia, dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh akses yang lebih baik terhadap berbagai kebutuhan penting. Melalui program ini, anak-anak diberikan akses pada insulin, alat untuk memantau kadar gula darah, edukasi yang komprehensif mengenai cara mengelola penyakit, serta pendampingan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan adanya langkah semacam ini, Aman berharap angka keterlambatan diagnosis dapat ditekan dan anak-anak penderita diabetes tipe 1 dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat serta terhindar dari risiko komplikasi berbahaya.

Source : Antara News

Penulis : Dennisa Rizky Yudhistira

#VOKS UPDATE

#STREAMING

VOKS Radio
Memuat lagu...
Volume: 100%
🔄 Buffering...

#GET NOW

#VOKS UPDATE

WhatsApp-Image-2025-09-09-at-07.53.42_1134a2d2
Kementerian Pariwisata Indonesia Dorong Investasi dan Promosikan Layanan Premium ke Korea Selatan
IMG_20250910_105822_Chrome
Sejumlah Festival Film Diadakan Di Indonesia Pada Bulan September
1000204816
70 Persen Anak di Indonesia Masih Terlambat Terdiagnosis Diabetes Tipe 1
201488
Industri Daur Ulang Plastik Jadi Pilar Ekonomi Sirkular Indonesia
198885
Erick Thohir Harap Semua Cabang Olahraga Makin Maju di Haornas 2025

#ADVERTISE